Malam perlahan turun di pelataran pondok. Usai shalat Isya, di antara suara angin dan lantunan ayat, terdengar harapan yang pelan-pelan tumbuh. Di pondok ini, malam bukan sekadar waktu istirahat. Ia adalah ruang sunyi yang penuh makna—tempat di mana hafalan direnungkan, doa-doa dipanjatkan, dan jiwa jiwa yang sedang belajar berserah.
Di wajah-wajah muda itu, tampak kelelahan yang indah, kelelahan karena belajar, karena menjaga, karena mencintai ilmu dan cahaya.
Tak ada hiruk-pikuk, Tak ada suara keras, hanya desiran sandal, bisik angin, yang menyelimuti—seperti pelukan malam yang menjaga mereka pulang ke asrama. langkah-langkah kecil mulai menyebar, menyusuri lorong-lorong sederhana yang diterangi cahaya temaram. Udara dingin menyapa lembut.
Santri-santri itu berjalan beriringan, sebagian menunduk dalam diam, sebagian tersenyum kecil sambil menggenggam al quran.
Beberapa santri berjalan perlahan, membawa kitab di tangan, mata mereka teduh, langkahnya ringan. Ada yang duduk sebentar di tangga, menatap langit, mungkin menyimpan doa dalam diam. Ada yang saling menyapa lirih, sebelum berpisah menuju asrama masing-masing.
Tak semua anak punya kemewahan, tapi mereka punya semangat yang tak ternilai.” “Karena setiap huruf yang mereka hafal, adalah doa yang mengalir untuk para jiwa dermawan yang telah peduli.”
Terima kasih kepada Anda yang telah menjadi bagian dari perjalanan mereka.” “Bersama, kita terus menyalakan cahaya ilmu dan kasih sayang di Pondok Tahfidz Ashabul Jannah Gowa.”